INDUSTRI nasional tengah menghadapi tantangan global, yang di antaranya bersumber dari dampak perang Rusia dan Ukraina. Akibatnya terdapat dua persoalan utama, yakni krisis pangan dan krisis energi.
Menurut Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita, terkait dengan krisis pangan, perang Rusia-Ukraina telah menyebabkan munculnya tiga isu, yaitu berkurangnya pasokan komoditi pangan seperti gandum dan minyak nabati, munculnya fenomena proteksionisme negara-negara di dunia untuk mengamankan stok pangan domestik (contohnya, India menghentikan ekspor gandum), serta peningkatan konversi komoditas pangan menjadi bahan baku energi.
“Ketiga isu tersebut mengakibatkan kenaikan index harga komoditi pangan global sebesar 32,5% (yoy) berdasatkan laporan World Bank Juni 2022,” kata Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Rabu (31/8).
Dalam kaitan hal itu, Menperin menyampaikan bahwa pasokan bahan baku industri pangan dalam negeri akan terjamin.
“Ke depan, kami mengupayakan agar lebih banyak lagi bahan baku lokal yang dikembangkan seperti tepung singkong, porang, sorgum, sagu, ganyong, hanjeli, hotong, pisang, sukun, talas, ubi jalar, dan lainnya untuk diversifikasi produk olahan pangan,” ungkapnya.
Berkaitan dengan terjadi krisis energi dimana harga energi terus mengalami kenaikan, Menperin Agus mengatakan bahwa pemerintah sendiri saat ini tengah menggodok rencana penyesuaian harga BBM.
“Berdasarkan data yang kami miliki, pengeluaran IBS (industri besar, sedang) untuk bahan bakar dan pelumas pada tahun 2019 mencapai Rp58,7 triliun dan berperan sebesar 1,3% terhadap total biaya produksi,” sebut Agus.
Bila menggunakan angka pada tahun 2019 tersebut, untuk memproyeksi angka tahun 2021 dengan asumsi pertumbuhan sebesar 5 persen, maka pada tahun 2021 pengeluaran bahan bakar dan pelumas mencapai Rp60 triliun dan berperan sebesar 1,4 persen.
“Dengan angka tersebut, saya berpendapat bahwa secara umum kenaikan harga Pertalite tidak berdampak siginifikan terhadap sektor industri manufaktur, tetapitentu akan berdampak pada karyawan pengguna Pertalite,” imbuhnya.
Namun, lanjut Agus, sektor Industri akan mendapat dampak langsung yang signifikan jika biaya solar dinaikkan. Kenaikan harga solar tentunya akan meningkatkan variabel biaya logistik dan kenaikan harga produk dengan kenaikan harga sekitar 10-15 persen.
Guna semakin meningkatkan daya saing industri dalam negeri, Kementerian Perindustrian tengah memperjuangkan perluasan penerima Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk industri. Kebijakan HGBT telah terbukti mampu memperkuat resiliensi dan daya saing industri pengguna gas.
“Ini karena terjadi efisiensi, terutama pada biaya operasional dan bahan baku industri pengguna gas,” terangnya.(*ls/Ind/Ded)