KORPS Lalu Lintas (Korlantas) Polri mengusulkan adanya penghapusan biaya balik nama kendaraan bermotor (BBN2) dan pajak progresif kendaraan.
Menurut Dirregident Korlantas Polri Brigjen Pol Yusri Yunus, usulan itu bertujuan menertibkan data kepemilikan kendaraan dan menstimulus masyarakat agar semakin patuh untuk membayar pajak.
“Kami usulkan agar balik nama ini dihilangkan. Kenapa dihilangkan? Biar masyarakat ini mau semua bayar pajak,” kata Yusri saat Rapat Koordinasi Samsat Tingkat Nasional di Kuta, Bali, Rabu (24/8).
Yusri mengungkapkan, berdasarkan data yang diperolehnya, salah satu alasan banyak orang tidak membayar pajak kendaraan bermotor ialah karena pembeli kendaraan bekas tidak mengganti identitas kepemilikan nama kendaraan lantaran biayanya yang mahal.
Sementara itu, untuk usulan penghapusan pajak progresif, Yusri menyebut banyak pemilik kendaraan asli memakai nama orang lain untuk data kendaraan mereka guna menghindari pajak progresif.
Selain itu, Yusri menuturkan adanya pemilik kendaraan yang menggunakan nama perusahaan agar menghindari pajak.
“Pajak untuk PT itu kecil sekali, rugi negara ini. Sebanyak 95% mobil mewah di Indonesia pakai nama PT agar pajaknya kecil. Makanya, kita usulkan pajak progresif dihilangkan saja sudah. Biar orang yang punya mobil banyak itu senang, enggak usah pakai nama PT lagi cuma takut aja bayar pajak progresif,” paparnya.
Yusri menyatakan akan mengusulkan itu kepada kepala daerah, dari gubernur hingga bupati. Hal itu demi pendapatan daerah meningkat. Timbal balik dari pendapatan daerah meningkat ialah fasilitas publik akan dapat maksimal diberikan pemerintah kepada masyarakat.
“Bukan urusan polisi pajak, urusan Suspenda, tapi kami bersinergi di sana, terutama soal data,” pungkasnya.
Single Data
Yusri juga menyampaikan adanya perbedaan data jumlah kendaraan bermotor antara Kepolisian, PT Jasa Raharja, dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Data kendaraan bermotor di Kepolisian melalui aplikasi lebih dari 149 juta, Jasa Raharja ada 137 juta, dan Kemendagri hanya 112 juta.
Menurut Yusri, hal itu bisa terjadi karena pemilik kendaraan tidak melaporkan keadaan kepemilikan kendaraannya. Semisal, kendaraannya hilang, sudah rusak, dan/atau tidak bayar pajak sehingga datanya terhapus.
“Semua kendaaraan bermotor yang terdaftar ke polisi itu datanya masih ada, datanya lengkap,” katanya.
Yusri mengatakan perbedaan data kendaraan itu memengaruhi data kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak. Oleh karenanya, Yusri berharap dengan adanya rakor Samsat tingkat nasional yang dihadiri berbagai stakeholder terkait, masalah data ini bisa disamakan.
“Kami sedang mengatur single data untuk menyatukan dan menyamakan semua data,” ujarnya.(*ls/Jur/Pol/Ded)