TAMAN Merdeka merupakan salah satu tempat wisata favorit. Masyarakat Kota Metro dan sekitarnya tidak asing lagi dengan taman tersebut. Suasananya sangat hijau dan rindang. Terdapat banyak pohon besar tumbuh di sana, menjadikan taman kota ini berfungsi layaknya paru-paru kota. Beberapa ornamen, tanaman hias dan rumput membuatnya semakin indah.
Letaknya berada tepat di jantung kota, dikelilingi oleh jalan utama, yaitu Jalan A.H. Nasution di sebelah utara, Jalan Ahmad Yani di sebelah timur dan Jalan Z.A. Pagaralam di sebelah selatan.
Ada satu tugu yang menjulang tinggi belasan meter dan berdiri dalam lingkaran kolam yang dihiasi oleh air mancur. Tugu tersebut dinamakan Tugu Meterm, dari bahasa Belanda yang artinya pusat. Kata Meterm merupakan asal nama kota Metro.
Di sisi utara taman (berbatasan dengan Jalan A.H. Nasution), terpasang sebuah batu prasasti. Isinya merupakan pernyataan bahwa Kabupaten Lampung Tengah telah bebas dari buta aksara dan angka. Sebagai informasi, sebelum pindah ke Gunung Sugih, ibukota Kabupaten Lampung Tengah tadinya adalah Metro. Tahun 1999 status Metro meningkat menjadi kotamadya dan berpisah dari Kabupaten Lampung Tengah. Prasasti tersebut diresmikan oleh Gubernur/Kepala Daerah Tk. I Lampung 1988-1993 dan 1993-1998 Poedjono Pranyoto.
Ada lagi yang sangat unik, yaitu tulisan Asmaul Husna dipasang berjejer mengelilingi taman dan juga mengelilingi Masjid Taqwa yang berada di sebelah baratnya. Masjid Taqwa dan Taman Merdeka memang letaknya bersebelahan seperti menyambung menjadi satu bagian.
Metro sendiri adalah sebuah kota kecil dan nyaman di Provinsi Lampung. Kota yang luasnya 68 km2 ini tertata dengan cukup rapi dan memiliki beberapa taman kota. Jika dilihat dari sejarahnya, kota ini memang sudah diatur dan direncanakan sejak awal berdirinya, yaitu tahun 1930-an pada era kolonial di petengahan.
Saat itu, pemerintah kolonial Belanda telah memberlakukan tata kota. Wilayah Metro diatur sesuai peruntukannya, antara lain; daerah pemukiman, perkantoran, fasilitas sosial, pertanian, bisnis, jaringan jalan, bahkan jaringan irigasi. Hingga kini, peninggalan era kolonial tersebut masih bisa dirasakan.(Ded/E1)